Bahasa-bahasa di Kekaisaran Romawi

Mosaik Romawi (220–250 M) dari El Djem, Tunisia (Afrika Romawi), dengan tulisan Latin "Diam! Biarkan banteng-banteng itu tidur" (Silentiu[m] dormiant tauri) dan perbincangan antara lima orang yang berpesta (kemungkinan gladiator):
- "Kita akan telanjang" ([N]os nudi [f]iemus)
- "Kita datang untuk minum" (Bibere venimus)
- "Kalian semua banyak omong" (Ia[m] multu[m] loquimini)
- "Kita mungkin akan dipanggil" (Avocemur)
- "Kita minum tiga [gelas]" (Nos tres tenemus)[1]

Bahasa di Kekaisaran Romawi yang dominan adalah bahasa Latin dan bahasa Yunani, tetapi bahasa-bahasa lain juga dituturkan di tingkat regional. Bahasa orang-orang Romawi Kuno adalah bahasa Latin yang berfungsi sebagai "bahasa kekuasaan".[2] Bahasa Latin sangat tersebar di Kekaisaran Romawi[3] sebagai bahasa pemerintahan dan pengadilan di Kekaisaran Romawi Barat serta bahasa militer di wilayah lain.[4] Setelah semua orang Romawi yang terlahir bebas memperoleh kewarganegaraan Romawi pada tahun 212 M, sejumlah besar warga Romawi belum dapat menuturkan bahasa Latin, walaupun mereka diharapkan bisa menuturkan bahasa itu dan bahasa Latin tetap menjadi penanda "keromawian".[5]

Bahasa Yunani Koine sudah menjadi lingua franca wilayah Mediterania timur dan Asia Kecil akibat penaklukan yang dilancarkan oleh Alexander Agung.[6] "Garis batas linguistik" yang memisahkan Barat Latin dan Timur Yunani melintasi Semenanjung Balkan.[7] Orang-orang Romawi yang terdidik (terutama golongan penguasa) mempelajari dan pada umumnya fasih berbahasa Yunani, yang merupakan bahasa diplomasi di Timur dan bahkan di luar daerah kekaisaran. Penggunaan bahasa Yunani secara internasional adalah salah satu kondisi yang memungkinkan penyebaran agama Kristen, seperti yang ditunjukkan oleh penggunaan bahasa Yunani sebagai bahasa surat-surat Paulus[8] dan juga konsili-konsili ekumenis Kekaisaran Romawi yang sudah menjadi Kristen. Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi di Barat, bahasa Yunani menjadi bahasa yang dominan di Kekaisaran Romawi Timur.

Masyarakat kuno pada umumnya berkomunikasi secara lisan, sehingga sulit untuk menentukan sejauh mana bahasa regional atau lokal masih digunakan pada masa kekuasaan Romawi. Terdapat bukti yang berasal dari prasasti-prasasti, acuan dalam teks Yunani dan Romawi, serta kebutuhan penafsir di kekaisaran. Selain itu, terdapat sejumlah epigrafi atau sastra dalam bahasa Punik, Koptik, Aram atau Suryani yang masih bertahan.[9] Bahasa-bahasa Kelt tersebar luas di Eropa barat. Walaupun tidak banyak tulisan dalam bahasa Kelt yang tersisa,[10] masih ada beberapa epigrafi Kelt yang telah ditemukan.[11] Sementara itu, bahasa-bahasa Jermanik di Kekaisaran tidak meninggalkan karya tertulis (kecuali bahasa Gotik).[12] Secara keseluruhan, multilingualisme membantu memunculkan "triangulasi budaya", yaitu suatu keadaan ketika seseorang yang bukan orang Yunani atau Romawi dapat membangun sebuah identitas dari proses Romanisasi dan Helenisasi.[13]

Setelah proses desentralisasi kekuasaan politik di Romawi pada zaman kuno akhir, bahasa Latin berkembang menjadi beberapa bahasa yang kini dikenal dengan nama rumpun bahasa Roman, seperti bahasa Spanyol, Portugis, Prancis dan Italia. Pada awal abad ke-21, terdapat lebih dari satu miliar orang yang menuturkan bahasa-bahasa Roman sebagai bahasa pertama atau kedua.[14] Istilah-istilah dalam bahasa Latin sendiri masih digunakan di dalam dunia diplomasi, hukum, penelitian dan Gereja Katolik. Bahasa ini juga dikaitkan dengan pergerakan humanisme Renaisans hingga abad ke-17.

  1. ^ Richard Brilliant, "Scenic Representations," in Age of Spirituality: Late Antique and Early Christian Art, Third to Seventh Century Diarsipkan 2015-04-26 di Wayback Machine. (Metropolitan Museum of Art, 1979), hlm. 96–97.
  2. ^ Bruno Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," diterjemahkan oleh James Clackson, dalam A Companion to the Latin Language (Blackwell, 2011), hlm. 560.
  3. ^ Alex Mullen, "Introduction: Multiple Languages, Multiple Identities," in Multilingualism in the Graeco-Roman Worlds (Cambridge University Press, 2012), hlm. 28.
  4. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 554, 556.
  5. ^ J.N. Adams, "Romanitas and the Latin Language," Classical Quarterly 53.1 (2003), hlm. 185–186, 205.
  6. ^ Fergus Millar, A Greek Roman Empire: Power and Belief under Theodosius II (408–450) (University of California Press, 2006), hlm. 279; Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society (Stanford University Press, 1997), hlm. 5.
  7. ^ Rochette, "Language Policies in the Roman Republic and Empire," hlm. 553.
  8. ^ Treadgold, A History of the Byzantine State, hlm. 5.
  9. ^ Richard Valantasis, introduction to Religions of Late Antiquity in Practice (Princeton University Press, 2000), hlm. 11.
  10. ^ MacMullen, "Provincial Languages in the Roman Empire," hlm. 15–16.
  11. ^ Joseph Eska, "Inscriptions in the Celtic World," in Celtic Culture: A Historical Encyclopedia (ABC-Clio, 2006), hlm. 965–970.
  12. ^ Tore Janson, A Natural History of Latin (Oxford University Press, 2004), hlm. 87.
  13. ^ Mullen, Southern Gaul and the Mediterranean, hlm. 264–265.
  14. ^ James Clackson, introduction to A Companion to the Latin Language, hlm. 1.

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search